Wednesday, May 2, 2007

Narsis atau PD, Nih?

Cewek berkulit putih dan berambut panjang itu sedang duduk di kelas. Tawa ceria menghiasi wajahnya. Tiba-tiba dia membuka kancing seragam SMA-nya. Lalu, ia menunjukkan (maaf) payudaranya. Sekali lagi, sambil tertawa.

Itulah cuplikan salah satu video porno yang beredar di handphone ke handphone. Walaupun pelakunya seumuran kita-kita, (pakai seragam pula!), ini bukan lagi suatu fenomena yang mengagetkan. Ada banyak koleksi lain yang lebih berani. Bahkan, gaya si pelaku pun sudah menyamai bintang porno profesional! Ampun, deh!

Kalau diperhatiin satu per satu rekaman dan foto-foto seronok itu, enggak ada satu pun yang mukanya terpaksa. Semua penuh senyum dan malah terlihat enjoy. Yah, ekspresinya enggak jauh bedalah kalau kita foto-foto dengan HP atau di photo box. Lebih gawat lagi, banyak di antara pelaku yang sengaja mengoleksi foto- foto semacam itu di HP-nya. Seperti yang diakui oleh Sisi (bukan nama sebenarnya), siswi Kelas I SMA di Jakarta Selatan. "Aku suka saja lihat mukaku di foto. Cantik banget! Pokoknya fotogenik abis deh. Kalau foto dengan gaya yang aneh-aneh itu sebenarnya aku cuma pengin buktikan, bukan cuma mukaku yang bagus difoto. Bagian-bagian tubuhku yang lain juga ternyata kelihatan keren lho kalau difoto."

Bermula dari hobi difoto. Mengekspos diri. Merasa kalau diri kita kelihatan oke. Maka timbul keberanian untuk bereksperimen dengan cara yang sebenarnya melenceng. Kesannya sih percaya diri (PD) karena bangga sama "aset" yang kita miliki. Tapi, kok PD-nya keterlaluan ya? Di sini nih kita suka komentar, "Ih narsis banget, sih!"

kenapa narsis?

Menurut Spencer A Rathus dan Jeffrey S Nevid dalam bukunya, Abnormal Psychology (2000), orang yang narcissistic memandang dirinya dengan cara yang berlebihan. Mereka senang sekali menyombongkan dirinya dan berharap orang lain memberikan pujian. "Narsis itu selalu bilangI. Apa-apa gue. Egosentris sekali," tambah psikolog Dra Dharmayati Utoyo Lubis, MA, PhD.

Gawatnya, narsis itu gampang banget menyerang kita yang masih remaja! Sebab, kita cenderung menjadi sangat self conscious alias perhatian banget sama diri sendiri. Kalau kecenderungan ini makin gawat, muncul imaginary audience dalam pikiran kita. Kata David Elkind, dalam buku Human Development (Diane Papalia dan Sally Olds-1998), imaginary audience berarti adanya pikiran kalau semua orang itu memerhatikan kita. Contohnya, banyak banget di antara kita yang merasa jerawat kecil yang muncul tiba-tiba itu bakal jadi perhatian semua orang. Ini juga yang diakui oleh Sisi. "Aku habis bangun tidur enggak bisa keluar kamar kalau enggak merapikan dandanan dulu. Paling cepat satu jam, deh. Aku paling takut orang-orang melihat aku lecek. Habis, nanti diomongin, lagi!"

Mitchell JJ dalam bukunya, The Natural Limitations of Youth, bilang ada lima penyebab kemunculan narsis pada remaja, yaitu adanya kecenderungan mengharapkan perlakuan khusus, kurang bisa berempati sama orang lain, sulit memberikan kasih sayang, belum punya kontrol moral yang kuat, dan kurang rasional. Kedua aspek terakhir inilah yang paling kuat memicu narsisme yang berefek gawat.

"Remaja itu suka impulsif. Tapi, enggak mikirin konsekuensi dari tindakannya," jelas Bu Yati. Ya... akibatnya muncullah foto-foto seronok itu.

Ini enggak lepas dari dukungan teknologi. Hampir di semua mal ada photo box. Malah sekarang banyak studio-studio yang menawarkan foto yang hasilnya dijamin cantik! Terus, Friendster yang menggila dengan bisa pasang foto, dikasih testi dari teman- teman plus diajak kenalan sana-sini. Ada juga blogger supaya bisa cerita soal keseharian kita. Belum lagi album foto online gratisan buat pamer pose. Lalu HP berkamera yang makin banyak. Kamera digital pun semakin menjamur. Semuanya memanjakan diri kita, memberikan wadah pameran fisik, dan membuat kita semakin bebas mengeluarkan sisi narsis kita.

Tanda-tanda narsis

Sebenarnya tiap orang punya kecenderungan narsis. Tapi, kadarnya itulah yang berbeda-beda. "Narsis sudah menjadi gangguan kepribadian kalau sudah mengganggu kehidupan kita sehari-hari," jelas Bu Yati. Ada beberapa tanda narsis dari Diagnostics and Statistics Manual, Fourth Edition- Text Revision (2000) yang harus kita waspadai untuk tahu apakah kita mengidap narsis atau tidak.

Orang narsis merasa dirinya sangat penting dan pengin banget dikenal oleh orang lain karena kelebihannya. Ini yang terjadi sama Dion (16), siswa Kelas II SMA swasta di Jakarta Pusat. "Kalau orang lain selalu merhatiin kita, selalu mengagumi kita, berarti kita lebih segala-galanya dari mereka. Dan gue pengin semua orang bersikap gitu sama gue. Gue pengin membuktikan sama diri gue sendiri kalau gue memang punya banyak kelebihan dibandingin orang lain!"

Pengidap narsis juga yakin kalau dirinya unik dan istimewa. Pokoknya enggak ada deh yang bisa menyamai dirinya. Sisi sering dianggap teman- temannya suka memuji-muji diri sendiri. Cewek berbadan bongsor ini mengakui hal ini dan dia berdalih, "Kadang- kadang aku memang suka mencontohkan diriku ke teman-teman. Misalnya lagi ngomongin soal dandanan, aku bilang, ’Nih kayak gue gini rapinya!’ Jadi, bukan sengaja muji-muji diri sendiri, cuma ngasih contoh yang benar saja." Iya deeeh.

Gejala lain, mereka selalu ingin dipuji dan diperhatikan. Mereka kurang sensi terhadap kebutuhan orang lain karena yang ada dalam pikirannya cuma diri sendiri. Ditambah lagi, adanya rasa percaya orang lain itu berpikiran sama dengan dirinya. Orang narsis juga sensi banget kalau dikritik. Kritikan kecil bisa berarti sangat besar buat mereka. "Gue paling benci yang kayak gitu (dikritik). Apalagi kalau nyela dan ngeritiknya di depan orang lain! Emang dia siapa nyela-nyela dan ngeritik gue? Mungkin iya gue punya kekurangan, tapi kan enggak mesti diomongin. Biar saja gue nyadar sendiri!" ujar Dion yang waktu diwawancara lagi bergaya ala J-Pop.

Terlepas dari tanda-tanda secara ilmiah tadi, gejala yang paling jelas adalah para narsis doyan banget ngaca alias bercermin! Pokoknya enggak bisa lihat kaca nganggur, deh! Sisi mengaku tiap 10 menit sekali dia mesti ngaca buat memastikan penampilannya. Sedangkan Dion bilang selalu bawa kaca dan sisir di kantongnya sejak SD!

Lalu dalam kasus foto seronok tadi, apakah orang narsis juga seseorang yang eksibisionis alias suka memamerkan tubuhnya? Well, kedua istilah ini ternyata berbeda. Dalam bahasa sehari-hari kita memang sering banget memakai kata eksibisionis ketika melihat seseorang memamerkan tubuhnya. Padahal, maknanya jauh lebih dalam. "Eksibisionis itu gangguan seksual ketika seseorang mempertontonkan genital-nya ke orang lain dan mendapatkan kepuasan dari melihat ekspresi orang yang melihatnya," jelas Bu Yati yang dosen sekaligus dekan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Orang eksibisionis akan makin senang kalau korbannya ketakutan atau terangsang melihat dia. "Ia tidak mempertontonkan alat kelaminnya karena dia bangga. Dia lebih terfokus pada reaksi korban. Beda dengan narsis yang mempertontonkan kelaminnya karena bangga," sambung Bu Yati.

Narsis vs PD

Mencintai diri sendiri adalah suatu keharusan. Kalau ini enggak dilakukan, gimana kita bisa PD? Tapi kalau berlebih juga enggak sehat karena ujungnya kita bisa narsis. Terus, apa batasannya PD yang masih sehat?

Goleman dalam Abnormal Psychology (Rathus dan Nevid-2000) menjelaskan perbedaan PD yang normal dan narsisme yang membahayakan. Kita yang PD menghargai pujian, tetapi tidak menganggap itu sebagai keharusan demi menjaga self esteem. PD sehat juga tercermin dari keterbukaan terhadap kritik dan hanya mengalami kekecewaan yang sebentar kalau dikritik. Meskipun enggak dapat perlakuan istimewa, orang yang PD tetap fine dan enggak kecewa seperti orang narsis. Kadar PD kita juga sehat ketika kita masih bisa mengerti dan sensitif pada perasaan orang lain.

Ada cara menjaga PD supaya enggak jadi narsis, yaitu, "Mendengarkan kritik dari orang lain. Cara terbaik, bercermin ke orang lain. Kalau punya sahabat dan kita yakin sahabat itu akan kasih pendapat yang sangat netral dan tidak bias, kita bisa nanya, sebenarnya aku gimana, kekuranganku apa, kelebihanku apa?" saran Bu Yati. Dari sini kita bisa tahu kualitas apa yang ada di diri kita. Sadari juga kalau enggak ada manusia yang enggak punya kekurangan. Kekurangan itu pun enggak usah bikin kita jadi down abis, seperti yang biasa dialami para narsis. Kita justru cari jalan lain untuk menggantinya. Misal, ikutan les lukis kalau ternyata enggak berbakat di bidang jurnalistik.

Orang yang benar-benar PD enggak perlu memamerkan semua kelebihannya. Dia tahu kualitas dirinya dan tidak bergantung kepada orang lain agar merasa nyaman. Sebaliknya, orang narsis justru butuh pengakuan orang lain demi menggenjot rasa PD-nya. Inilah rahasia terbesar orang narsis. Jauh dalam hati mereka, tersimpan sebuah jiwa yang sangat rapuh dan mereka menutupinya dengan menekankan betapa hebatnya mereka yang terbukti dari banyaknya pujian dari orang lain. Seperti tokoh ibu tiri Putri Salju yang selalu bertanya pada kaca ajaibnya, "Mirror… mirror on the wall. Who’s the fairest of them all?"

No comments: